Ada beberapa ungkapan yang bersinggungan dengan makna etika misalnya moral,
susila dan etika. Etika berasal dari bahsa yunani ethos yang bermakna adat
kebiasaan. Di dalam Dictionary of education disebutkan, “etika adalah studi
tentang tingkah laku manusia, tidak hanya untuk mencari kebenaran saja, tetapi
juga untuk menyelidiki manfaat atau kebaikan dari tingkah laku manusia.[1]
Menurut ahmad amin, etika selalu menempatkan tekanan-tekanan khusus terhadap
definisi konsep etika, justifikasi (penilaian terhadap kepitusan moral),
sekaligus membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk. Etika
menyelidiki segala hal yang diperbuat manusia dan memutskan baik buruknya.[2]
Etika
dalam Bahasa arab dikenal dengan istilah al-akhlaq, yakni budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabi’at.[3]
Menurut Menurut Al-Ghozali akhlak
bukanlah pengetahuan (ma’rifah) tentang yang baik atau buruk, atau kemampuan
(qadrah) untuk berbuat baik atau buruk, atau pengamalan (fi’l) yang baik dan
yang buruk, tetapi suatu keadaan jiwa yang mantap (hay’ah rasikhah fi al-nafs).[4]
Akhlak adalah lukisan keadaan jiwa yang bersih yang menghasilakn perbuatan-perbuatan
dengan mudah tanpa memutuhkan pemikiran dan perhitungan.[5]
Didalam karya imam Ghozali, al-munqidz min al-Dlalal dan Ihya Ulum al-Din, al-Ghozali
memaparkan tentang degradasi moral, sesuai dengan inti persoalannya, al-Ghizali
menamakan etikanya dalam dua istilah:
1. ‘Ilm Thariq al-Akhirah (ilmu jalan menuju akhirat)
2. ‘Ilm Shifat al-Qulub (ilmu karakter hati)
3. ‘Ilm Asrar Mu’amalat al-Din (ilmu rahasia perbuatan agama)
4. ‘Ilm Akhlak al-Abrar (ilmu akhlak yang baik)
5. ‘Ihya Ulum al-Din (penumbuhan ilmu-ilmu agama)[6]
Menurut al-Ghozali, etika adalah pengkaji kebaikann tentang hal keyakinan
religius tertentu (i’tiqadat) dan tentang kebenaran atau kesalahan dalam
berbuat. Pengkajian tentang berbuat mencakup perbuatan terhadap Allah, sesama
manusia, penyucian jiwa dari kejahatan, dan perihal memperindah jiwa dengan
kebaikan-kebaikan.
Etika al-Ghozali lebih bercorak pada teleologis, yakni aliran filsafat yang
mengajarkan bahwa segala hal ciptaan di dunia ini ada tujuannya, sebab
al-Ghozali menilai perbuatan dasar akibat yang ditimbulkan. Etika ini mengajar
kan bahwa manusia mempunyai tujuan yang mulia, yakni kebahagiaan di akhirat.
Perbuatan dikatakan baik jika menghasilkan pengaruh terhadap jiwa dan
membuatnya membuatnya terdorong untuk mencapai tujuan. Sedangkan perbuatan yang
buruk adalah perbuatan yang menghalangi jiwa untuk mencapai tujuan hidup.
Adapun perbuatan itu tidak mempunyai nilai moral intrinsik yang otonom.[7]
Etika menurut al-ghozali adalah gabungan dari ilmu religius dengan
rasionaliti. Hal ini dapat dilihat dalam pernyataannya “seseorang yang
mengandalkan kepercayaan penuh terpisah seluruhnya dari akal adalah orang
bodoh”. Sedangkan orang yang puas dengan akal saja lepas dari al-qur’an dan
as-sunah adalah tertipu. Berhati-hatilah agar jangan masuk pada salah satu
golongan tersebut, gabungkanlah kedua prinsip tersebut, karena ilmu rasional
bagaikan makanan dan ilmu agama bagaikan obat. Orang yang sakit karena makanan
akan rugi, jika tidaka ada obatnya. Demikian juga penyembuhan jiwa, tidak
mungkin dapat dilakukan tanpa ada obat-obatan yang diturunkan dari syari’ah.[8]
Ada
empat tingkatan gradasi peralihan moral, yaitu:
1. Al-jahil (bodoh) , yakni orang yang tidak dapat membedakan antara yang baik
dan yang buruk, sejak lahir orang tersebut bersifat lugu.
2. Al-Dlalal (sesat), yakni orang yang tau bahwa yang burk aka membuahkan keburukan,
tetapi tidak berusaha menjauhinya.
3. Al-Fasiq (sangat sesat/jahat), yakni orang yang menganggap perbuatan buruk
adalah benar sehingga tidak mau meninggalkannya.
4. Al-Syarr (sangat jahat/keji), yakni orang yang sangat yakin dan bangga atas
perbuatan buruknya sehingga dalam mengerjakan tidak ada tuntutan kewajiban,
akan tetapi menganggapnya sebagai kebutuhan.[9]
Ada tiga cara untuk memperbaiki perangai baik:
1) Kemurahan ilahi
2) Menahan diri
3) Belajar (ta’allum)
Menurut al-Ghozali sumber akhlak baik dan buruk ada empat, yakni:
bijaksana, berani, tahu diri, dan adil.[10]
Empat sumber tersebut adalah berkedudukan sebagai pelengkap tiga sumber pokok
ahklak, yakni quwwat al-‘aql (kemampuan ahklak), quwwat al-ghadlab (kemampuan
amarah), quwwat al-syahwat (kemampuan syahwat).
Dalam karya lain al-Ghozali menyebutkan bahwa tingkatan metode untuk
memperbarui perangai adlaha ada tiga bentuk:
1. Al-‘ilm, membuahkan perangai melalui pemerhatian, pemaknaan dan pelatihan.
2. Al-Hal, akibat awal dari pemaknaan dan pelatihan.
3. Al-‘amal, akibat terakhir yang muncul setelah pengkondisian perbuatan
ditingkat degradasi bi al-hal.
Sesuai dengan tingkatannya masing-masing al-Ghozali membedakan antara
sarana untuk menuju behagia dengan sarana akhir menuju kebahagiaan. Dalam
kimiya’ as-sa’adah beliau berkata:
“ketahuilah bahwa yang kita namakan sebagai
penyelamat menuju bahagia ada dua macam, pertama, adalah hal-hal yang penting
sebagai sarana agama tetapi sebagai tujuan. Misalnya taubat, sabar, zuhud,
muraqabah dan faqir. Semua ini adalah sarana menuju akhir kehidupan. Kedua,
adalah sifat yang menjadi tujuan dan cita-cita manusia, misalnya cinta, rindu,
tauhid, ridla, tawakal dan syukur.[11]
Ada empat tipologi etika islam:
1. Moralitas Skriptural,
Tipe moral skriptural ini sangat bertumpu pada
teks kitab sucinal-qur’an dan sunnah nabi Muhammad. Oleh karena al-qur’an tidak
berisi teori-teori etika yang baku, maka teori-teori moralitas skriptural
disusun sebagian berasal dari al-qur’an dan sunnah, yang ditandai dengan
komplektisitas yang tinggi yang disusun sebagian bersal dari teori-teori umum
yang berakar pada dua sumber tersebut. Interpretasinya tergantung pada keluasan
seorang tokohnya bertumpu pada teks kitab suci atau kesepakatan terhadap teks
yang dapat diterima ketika menghadapi nilai secara dialegtis.
2. Etika teologis,
Tipe ini tidak terlepas dari pandangan skriptural,
akan tetapi kemudian dibentuk lebih luas oleh kategori-kategori dan
konsep-konsep filsafat. Landasan pokoknya adalah al-qur’an dan Sunnah,
penganjurannya adalah mu’tazilah yang telah memformulasikan antara system etika
islam abad ke-8 dan ke-9 dengan dasar pengandaian deontologi.
3. Etika Religius
Teori-teori
religius berakar dari konsepsi qur’an dan sunnah, tentang manusia dan
kedudukannya didalam alam semesta. Etika ini cenderung melepaskan kepelikan
“dialektika” atau “metodologi” dan memusatkan pada usaha untuk mengeluarkan
spirit moralitas islam dengan cara yang lebih langsung.
4. Etika filosofis.[12]
Adalah etika yang menguraikan pokok-pokok
moral/etika dalam pandangan filsafat. Dalam filsafat etika yang uraikan hanya
terbatas pada baik buruk, masalah hak dan kewajiban, dan masalah nilai-nilai
moral secara mendasar.
BAB III
1. Secara umum, etika adalah studi tentang tingkah laku manusia, tidak hanya
untuk mencari kebenaran saja, tetapi juga untuk menyelidiki manfaat atau
kebaikan dari tingkah laku manusia
2. Menurut Al-Ghozali akhlak bukanlah pengetahuan (ma’rifah) tentang yang baik
atau buruk, atau kemampuan (qadrah) untuk berbuat baik atau buruk, atau
pengamalan (fi’l) yang baik dan yang buruk, tetapi suatu keadaan jiwa yang
mantap (hay’ah rasikhah fi al-nafs).
3. Macam-macam etika islam ada empat, yaitu: moralitas skriptural, etika
teologis, etika religius dan etika filosofis.
Good, Carter V. Dictionary of education.New
York: Mc. GrawHill Book.1973
Amin, Ahmad. Etika: Ilmu Akhlak, ter. Farid
Ma’ruf.Jakarta: Bulan Bintang.1975
Al-Ghozali, Ihya’ Ulum al-Din,vol 3.
Al-Ghozali, al-Munqid min al-Dlalal
Rosyad, Ahcmad Faizur, Mengenal alam suci
(menapak jejak al-Ghozali) Tahawuf, filsafat dan tradisi.Yogkarta: KUTUB,
2004
Al-Ghozali, kimiya’ al-sa’adah
Syukur, Suparman, etika religus.yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004
[1]
Carter V. Good,ed., Dictionary of education (New York: Mc. GrawHill Book,
1973), 219.
[2]
Ahmad Amin, Etika: Ilmu Akhlak, ter. Farid Ma’ruf (Jakarta: Bulan Bintang,
1975), 3.
[3]
Louis Ma’luf, al-Munjid fi lughah wa al-‘alam (Beirut: Dar al-Masyriq, 1989),
164.
[4]
Muhammad ibn Muhammad ib Ahmad al-Ghozali, Ihya’ Ulum al-Din, ed. Badawi
Thabarah, vol.3 (Kairo; Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah,1959), 46-47
[5]
Al-Ghozali, Ihya’ Ulum al-Din,vol 3,56.
[6] Al-Ghozali, al-Munqid min al-Dlalal, 42
[7] Ahcmad Faizur Rosyad, mengenal alam suci
(menapak jejak al-Ghozali) Tahawuf, filsafat dan tradisi (Yogkarta: KUTUB,
2004), 120.
[8] Ibid, 122
[9] Ibid, 128-129
[10] Al-Ghozali, Ihya Ulum al-Din, vol 3, 59.
[11] Al-ghozali, kimiya’ al-sa’adah, 674
[12] Suparman Syukur, etika religus
(yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 186.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar